Di tengah gema sejarah yang memancar dari setiap sudut kota Madinah, terdapat sebuah peristiwa monumental yang mengubah alur kehidupan sosial dan spiritual umat Islam. Peristiwa ini tidak lain adalah penulisan wasiat pertama oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah dari Mekkah. Wasiat ini, lebih dikenal sebagai Piagam Madinah, tidak hanya menandai awal dari era baru dalam sejarah Islam, tetapi juga meletakkan dasar bagi prinsip-prinsip keadilan, keragaman, dan kebersamaan. Melalui paragraf-paragraf berikut, kita akan menyelami kedalaman makna dan signifikansi dari wasiat pertama ini, yang hingga kini terus memancarkan sinarnya sebagai pedoman kehidupan umat Muslim di seluruh dunia.
Sejarah Singkat
Kota Madinah, yang dikenal sebagai Yathrib pada zaman pra-Islam, memegang peranan penting dalam sejarah Islam. Menjadi kota suci kedua bagi umat Islam setelah Mekkah, Madinah memiliki tempat istimewa dalam hati umat Muslim seluruh dunia. Salah satu momen bersejarah yang terjadi di kota ini adalah penulisan wasiat pertama oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah dari Mekkah.
Konteks Hijrah
Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah tidak hanya merupakan perpindahan fisik, tetapi juga transformasi sosial dan politik yang besar. Di Madinah, Nabi Muhammad tidak hanya diakui sebagai seorang nabi dan pembawa risalah, tetapi juga sebagai pemimpin politik dan sosial. Dalam konteks inilah wasiat pertama di Madinah ditulis.
Isi Wasiat
Wasiat pertama di Madinah, sering disebut sebagai Piagam Madinah, merupakan dokumen yang berisi sejumlah ketentuan yang menjadi dasar bagi tatanan sosial dan politik di Madinah. Dokumen ini mencakup beberapa poin penting, di antaranya adalah:
Pengakuan terhadap Keberagaman Agama: Piagam Madinah mengakui adanya keberagaman agama dan suku di Madinah, termasuk Yahudi, Kristen, dan pagan Arab.
Pembentukan Ummah: Dokumen ini menekankan pembentukan ‘ummah’ yang baru, sebuah konsep komunitas yang menggabungkan semua penganut agama Islam tanpa memandang latar belakang suku mereka.
Perlindungan dan Hak-Hak Warga: Piagam ini menjamin perlindungan bagi semua kelompok, termasuk hak-hak pribadi dan kebebasan beragama.
Penyelesaian Konflik: Piagam Madinah juga mengatur mekanisme penyelesaian konflik antar anggota masyarakat Madinah.
Dampak dan Signifikansi
Wasiat pertama ini memiliki dampak signifikan dalam sejarah Islam. Ini merupakan salah satu dokumen tertulis pertama yang mengatur pemerintahan berbasis hukum dan prinsip keadilan sosial dalam sejarah Islam. Piagam Madinah menjadi model awal bagi pemerintahan yang inklusif dan pluralis.
Wasiat pertama di Madinah, yang dikenal sebagai Piagam Madinah, adalah salah satu momen paling penting dalam sejarah Islam. Dokumen ini tidak hanya menandai awal dari pembentukan komunitas Muslim pertama, tetapi juga menjadi dasar bagi konsep pemerintahan yang adil dan inklusif. Piagam Madinah tetap menjadi contoh penting bagi prinsip-prinsip keadilan, keragaman, dan koeksistensi hingga hari ini.
Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh tantangan, kemahiran dalam ber-akhlaq atau berbudi pekerti menjadi salah satu aspek penting yang sering terlupakan. Akhlaq, sebuah kata yang dalam bahasa Arab berarti ‘perilaku’, merupakan cerminan dari nilai-nilai yang kita pegang dan praktekkan dalam keseharian. Di era digital ini, di mana interaksi sosial semakin luas namun sering kali dangkal, pentingnya mengasah kemahiran akhlaq menjadi semakin signifikan.
Kemahiran dalam ber-akhlaq bukan hanya tentang bagaimana kita bersikap sopan dalam pergaulan, tetapi juga tentang bagaimana kita mampu menunjukkan empati, kejujuran, dan integritas. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang kaya akan keberagaman, kemahiran ini bukan hanya menjadi modal sosial tetapi juga sebagai benteng dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan.
Salah satu aspek penting dalam ber-akhlaq adalah kemampuan untuk menghargai dan menghormati perbedaan. Di Indonesia, dengan beragam suku, agama, dan budaya, kemampuan ini menjadi sangat penting. Menghargai perbedaan berarti kita mengakui bahwa setiap individu memiliki perspektif, keyakinan, dan cara hidup yang berbeda, dan bahwa semua itu harus dihormati.
Kemahiran dalam ber-akhlaq juga berkaitan erat dengan kemampuan mengendalikan emosi. Dalam berbagai situasi, terutama yang menegangkan atau konflik, kemampuan untuk tetap tenang dan berpikir jernih merupakan kunci dalam mengambil keputusan yang bijaksana. Hal ini tidak hanya membantu dalam mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain, tetapi juga dalam membangun karakter yang kuat dan stabil.
Pendidikan akhlaq seharusnya dimulai sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah. Pendidikan karakter ini tidak hanya tentang menanamkan nilai-nilai moral, tetapi juga tentang praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Contoh nyata dari orang tua, guru, dan tokoh masyarakat memainkan peran yang sangat penting dalam hal ini.
Di era globalisasi ini, kemahiran ber-akhlaq juga mencakup kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan empatik dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Dunia yang semakin terhubung menuntut kita untuk mampu beradaptasi dengan berbagai situasi dan budaya, tanpa kehilangan nilai-nilai dasar yang kita pegang.
Menutup, kemahiran dalam ber-akhlaq adalah sebuah perjalanan yang terus menerus. Ini bukan hanya tentang menjadi ‘orang baik’ di mata masyarakat, tapi juga tentang pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan. Dengan menanamkan dan mempraktikkan nilai-nilai akhlaq dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak hanya memperkaya diri sendiri, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar kita.
Dalam agama Islam menjalankan puasa adalah salah satu ibadah yang spesial, puasa Ramadhan adalah salah satu jenis puasa yang sangat istimewa di dalam Islam. Pengertian berpuasa dalam Islam sama dengan menahan diri dari semua hal yang membatalkan, seperti, makan, minum, berhubungan seksual, dari terbitnya matahari sampai tenggelamnya matahari. Ada bermacam-macam hukum berpuasa, Berpuasa Ramadhan hukumnya adalah wajib, kecuali untuk yang sedang dalam keadaan tertentu.
Puasa wajib yang lainnya adalah, puasa Nazar, puasa Qadha, puasa Kafarat dan puasa orang yang sedang menunaikan ibadah haji, dalil puasa wajib ada dalam Al-Quran, surat Al-Baqarah 183. Ada juga puasa yang termasuk sunnah, yaitu puasa Asyura, puasa Arafah, dan puasa Daud. Tidak selalu wajib dan sunnah, puasa ada juga yang termasuk makruh, bahkan yang termasuk haram.
Berbagai Jenis Puasa Dalam Islam
Puasa wajib artinya yaitu puasa yang kalau dilakukan mendapat pahala, tetapi berdosa jika tidak dilakukan, contohnya adalah puasa Ramadhan. Untuk puasa sunnah boleh dilakukan dan mendapatkan pahala, tapi jika tidak dilakukan tidak termasuk berdosa. Selain puasa yang hukumnya wajib dan sunnah, terdapat puasa lain yang tidak dianjurkan untuk dilakukan, bahkan sampai dilarang. Agar tidak penasaran, dibawah ini ada berbagai macam puasa selain Ramadhan.
# Nazar
Dalam bahasa Arab, Nazar artinya adalah janji, puasa Nazar adalah puasa yang wajib dikerjakan ketika seseorang membuat Nazar. Nazar dilakukan ketika seseorang membuat janji untuk melakukan sebuah ibadah yang tidak wajib dilakukan. Contohnya adalah, ketika seseorang bernazar untuk berpuasa beberapa hari ketika telah lulus ujian. Karena telah bersumpah/ berjanji, maka ibadah puasa yang tadinya sunnah,menjadi wajib dilakukan.
# Qadha
Ketika berpuasa di bulan suci Ramadhan, ada kalanya seseorang tidak dapat melaksanakan ibadah wajib tersebut. Dalam surat Al-Baqarah 184, dijelaskan bahwa seseorang boleh tidak berpuasa karena sakit dan dalam perjalanan jauh, bisa juga karena sedang menstruasi, hamil & menyusui, dll. Puasa yang terlewatkan wajib diganti, bisa dengan puasa Qadha ataupun membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari yang terlewatkan.
# Kafarat
Berbeda dengan puasa Ramadhan, berpuasa kafarat artinya adalah puasa denda atau puasa yang wajib dilakukan seorang muslim untuk menebus kesalahan yang telah dilakukan. Bentuk kesalahan yang wajib puasa Kafarat adalah berhubungan siang hari ketika berpuasa, Membunuh seorang muslim tanpa sengaja, Suami melakukan Zihar (jika berhubungan lagi dengan istri, maka suami wajib Kafarat), melanggar sumpah, juga membunuh binatang buruan ketika ihram.
# Puasa Syawal
Puasa Syawal termasuk sunnah, walaupun sunnah, melaksanakan puasa Syawal dapat menyempurnakan puasa Ramadhan. Keutamaan puasa Syawal ada pada HR. Muslim no.1164, yaitu tentang seseorang yang berpuasa 6 hari pada bulan Syawal, ternyata pahalanya sama dengan berpuasa setahun. Tetapi penting diperhatikan bahwa berpuasa Syawal harus setelah berpuasa qadha, jika masih ada puasa yang belum di Qadha, maka diutamakan mengqadha dulu.
# Puasa Arafah
Tidak seperti puasa lainnya, puasa Arafah dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijah, yaitu ketika jamaah haji melakukan wukuf di Arafah. Puasa Arafah hanya dilakukan oleh yang tidak sedang berhaji saja. Puasa ini hukumnya sunnah muakkadah, puasa Arafah disebutkan dalah HR. Ibnu Majah dan Ahmad, yaitu tentang Abu Hurairah yang menjawab pertanyaan tentang puasa Arafah, bahwa Rasulullah SAW melarang puasa di Arafah pada hari Arafah.
# Puasa Tarwiyah
Puasa ini merupakan puasa sunnah yang dilakukan satu hari sebelum puasa Arafah, yaitu tanggal 8 Dzulhijah. Keutamaan tentang puasa Tarwiyah dan puasa Arafah ditulis Abu Syekh Al-Ishafani dan Ibnu Najar, yaitu bahwa puasa Tarwiyah dapat menghapus satu tahun dosa sedangkan puasa Arafah dapat menghapus dua tahun dosa.
# Puasa Senin Kamis
Menurut Siti Aisyah RA, dalam HR Tirmizi dan Ahmad, berpuasa Senin juga Kamis adalah ibadah shaum yang selalu dilakukan oleh Rasulullah SAW. Hukumnya adalah sunnah karena dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Waktu berpuasanya sama seperti puasa suci Ramadhan, yaitu mulai matahari terbit sampai matahari tenggelam.
# Puasa Daud
Seperti puasa Islam yang lainnya, puasa ini dilakukan mulai setelah matahari terbit sampai matahari tenggelam. Puasa Daud adalah ibadah shaum sehari lalu besoknya tidak berpuasa, atau selang-seling berpuasa. Puasa Daud disebutkan pada HR Al-Bukhari dan Muslim mengenai ibadah shaum yang paling disukai oleh Allah SWT. Berpuasa Daud ini juga diketahui merupakan puasa sunnah yang paling utama, hal ini disebutkan pada HR An-Nasa’i.
# Puasa Tasua’ & Asyura
Puasa Asyura, berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu Asyrah yang artinya sepuluh, puasa Asyura adalah shaum tanggal 10 Muharram, dianjurkan untuk berpuasa Tasua’ sebelum berpuasa Asyura, yaitu berpuasa pada tanggal 9 Muharram. Puasa ini adalah termasuk sunnah, puasa Tasua’ dan puasa Asyura disebutkan dalam HR Muslim. Durasinya sama seperti puasa Ramadhan, yaitu mulai matahari terbit sampai matahari terbenam.
# Puasa Ayyam Al- Bidl & Ayyam Al- Suud
Puasa yang berulang setiap bulannya ada 2 jenis, yaitu Ayyam Al-Bidl & Ayyam Al-Suud. Puasa-puasa tersebut dapat diulang setiap bulan dalam tahun Hijriyah. Ayyamul Bidl adalah puasa setiap tanggal 13, 14, 15, sedangkan Puasa Ayyam Al-Suud adalah puasa setiap tanggal 28, 29, 30 setiap bulannya. Hukumnya adalah sunnah, kecuali pada waktu-waktu yang tidak diperbolehkan, seperti saat Idul Fitri.
# Puasa Makruh
Selain wajib dan sunnah, ada juga puasa yang mempunyai hukum makruh, bahkan ada yang haram untuk dilakukan. Puasa yang hukumnya makruh adalah puasa yang dianjurkan untuk tidak dilakukan, misalnya puasa yang dikhususkan pada hari-hari seperti hari Jumat, Sabtu dan Minggu.
Tidak dianjurkan untuk puasa pada hari-hari tersebut kecuali merupakan kelanjutan dari puasa sunnah hari sebelumnya atau sedang puasa di bulan Ramadhon, puasa kafarat, dll. Hal ini ada pada HR. Muslim yang dikatakan oleh Abu Hurairah RA, yang intinya tentang sabda Rasulullah SAW tentang larangan puasa hari jumat kecuali orang tersebut berpuasa sebelumnya atau sesudahnya.
# Puasa Haram
Untuk puasa yang hukumnya haram, adalah puasa yang dilarang dilakukan oleh umat Islam. Waktu-waktu puasa yang hukumnya haram ini, berdosa jika dilakukan. Perihal waktu-waktu puasa yang haram disebutkan dalam hadist HR Muslim. Ada 5 waktu puasa yang diharamkan, yaitu:
Hari raya Idul Fitri, dalam hadist diterangkan jika tanggal 1 Syawal adalah harinya rang-orang makan, maka Nabi Muhammad SAW melarang untuk puasa.
Hari raya Idul Adha, adalah dua hari yang dilarang Rasul SAW untuk berpuasa. Pada hari ini umat muslim disunnahkan untuk berkurban.
Hari Tasyrik, merupakan 3 hari setelah hari Idul Adha, tanggalnya adalah 11, 12, 13 Dzulhijah, karena masih termasuk hari eid.
Hari Syak, merupakan hari ke 30 di bulan Sya’ban, hukumnya adalah haram untuk berpuasa pada tanggal tersebut, hal ini disebutkan pada HR. Bukhari & Al-Hakim.
Saat Haid/ Nifas, ketika wanita sedang menstruasi atau nifas, maka tidak diperbolehkan untuk berpuasa, karena salah satu syarat sah puasa adalah suci dari haid juga nifas.
Puasa apapun yang tidak diharamkan, semuanya mempunyai manfaat juga pahala. Agar tidak sia-sia menjalankan puasa, pastikan puasanya sah dan memenuhi syarat puasa. Niat sangat penting ketika berpuasa, pastikan berniat sebelum fajar, karena adalah salah satu syarat puasa. Syarat puasa. Syarat yang lainnya lagi adalah beragama Islam, suci dari mentruasi ataupun nifas dan shaum pada hari yang tidak diharamkan.
Menikah adalah impian semua orang yang tidak ingin sendirian, pernikahan dalam ajaran agama Islam termasuk ibadah yang paling menyenangkan. Setiap orang memiliki tujuannya sendiri ketika memutuskan untuk menikah, bisa untuk melaksanakan perintah Allah, ataupun untuk melaksanakan sunah rasul. Tujuan lainnya adalah untuk mendapatkan keturunan, menghidari zina, terhindar dari kesempatan terkena penyakit seksual atau juga untuk membangun keluarga.
Seorang muslim yang menikah, bisa dianggap bahwa telah menyempurnakan ibadahnya, hal ini bersumber dari H.R. Thabrani dan Hakim, yang intinya tentang seseorang yang menikah berarti orang tersebut telah menyempurnakan separuh ibadahnya. Walaupun termasuk ibadah, tidak semua menikah hukumnya wajib, bahkan ada menikah yang dilarang atau haram. Untuk yang penasaran dengan pernikahan yang dilarang dalam Islam, dibawah ini kami bahas detailnya.
# Pernikahan Mut’ah
Pernikahan tentunya memberikan kebahagiaan bagi pasangan yang menikah ataupun keluarganya. Nikah Mut’ah adalah pernikahan yang memiliki perjanjian dalam jangka waktu tertentu, atau biasa disebut juga nikah kontrak. Pada pernikahan semacam ini, pasangan menikah dapat berpisah tanpa adanya talak atau pembagian hak waris.
Pernikahan ini pernah diperbolehkan dalam islam, tetapi kemudian dilarang oleh nabi Muhammad SAW, karena lebih membawa kerugian bagi pihak perempuan. Pihak perempuan yang nikah mut’ah harus berpindah kehidupan dari yang satu ke pernikahan lainnya. Larangan tersebut disebutkan pada HR. Muslim.
# Pernikahan Dengan Pasangan Yang Memiliki Hubungan Sedarah
Hubungan sedarah atau disebut juga inses, adalah berhubungan dengan anggota keluarga dekat (nasab). Pada pernikahan hubungan sedarah tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan misalnya dengan kakek, ayah/ ibu, saudara kandung, keponakan, ibu sepersusuan, saudara sepersusuan, mertua, anak-anak dari istri yang telah dicampuri, juga menantu, hal ini disebutkan langsung dalam An-Nisa ayat 23.
Inses biasa terjadi pada zaman mesir kuno, contoh pasangan inses adalah ratu mesir Cleopatra yang menikahi adik laki-lakinya sendiri, yaitu Ptolemeus XIII dan Raja Tutankhamun dengan adik tirinya. Inses sangat dilarang dalam islam karena terbukti akan menghasilkan anak-anak yang berpenyakit langka, bahkan anak-anak Raja Tutankhamun lahir dalam keadaan lemah dan meninggal pada saat masih bayi.
# Pernikahan Sesama Jenis
Pernikahan antara kedua orang yang saling mencintai sangat didukung, akan tetapi tidak dengan pernikahan sesama jenis (Lesbian & Homoseksual). Tidak hanya dilarang oleh Islam dalam Al-Quran dan Hadits, tetapi dalam hukum negara juga ada larangannya dalam pasal yang mengatur tentang pernikahan sesama jenis.
Hubungan sesama jenis dengan keras dilarang oleh Allah SWT dalam beberapa surat dalam kitab suci umat Islam, seperti tersebut pada surah Al-A’raf 80 & 81, Al-Hijr ayat 72, 73-76 dan pada banyak hadits. Selain melawan hukum agama dan negara, LGBT juga mempunyai dampak dalam kesehatan, misalnya penularan penyakit menular seksual karena sering berganti pasangan, berhubungan anal, berhubungan tanpa kontrasepsi, juga tidak pernah memeriksakan diri. Baca Juga: 8 Syarat Pakaian Wanita Muslimah
# Pernikahan Syighar
Pernikahan selanjutnya yang dilarang dalam islam adalah pernikahan Syighar, yaitu menikahkan seorang wanita yang berada dalam kewaliannya, dengan ganti menikahi wanita yang dalam kewalian orang tersebut. Contohnya adalah ketika seorang kakak menikahkan adik perempuannya dengan temannya, dengan syarat, sang kakak dapat menikahi adik perempuan temannya tersebut tanpa mahar.
Nikah Sighar ini dilarang, karena disebutkan dalam HR Muslim. Sangat dilarang untuk menikah tanpa mahar, atau dengan kata lain, maharnya adalah wanita yang dinikahkan tersebut. Contoh ucapan nikah Syighar, yang merupakan larangan adalah “Aku nikahkan engkau dengan adik perempuanku, dengan mahar engkau nikahkan aku dengan adik perempuanmu.” Para ulama juga bersepakat bahwa pernikahan seperti ini tidak sah, karena tidak ada mahar.
# Menikahi Perempuan yang Sedang Dalam Masa Iddah
Masa iddah adalah masa tunggu untuk wanita yang baru bercerai ataupun yang baru ditinggalkan oleh suaminya (meninggal dunia). Dalam hukum yang berlaku di Indonesia, masa iddah berlaku sejak dibacakan keputusan pengadilan, atau sejak tanggal kematian suaminya tersebut. Masa iddah seorang istri adalah selama 90 hari.
Masa iddah seorang perempuan disebutkan di beberapa ayat Al-Quran, yaitu Al-Baqarah 234 & At-Thalak ayat 4. Pernikahan pada masa iddah termasuk pernikahan yang dilarang, seorang istri diharuskan menunggu selama waktu tertentu sebelum menikah lagi. Hal ini dilakukan untuk menjaga keturunan, rahim wanita tersebut agar bersih dari air mani suami sebelumnya,sehingga jika ada yang ingin menikahi wanita tersebut, keturunannya akan jelas.
# Menikahi Lebih Dari 4 Perempuan
Poligami adalah sunnah yang memang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, walaupun hukumnya sunnah, ada poligami yang dilarang dilakukan. Menikahi lebih dari 4 wanita sekaligus dalam satu waktu termasuk pernikahan yang tidak diperbolehkan. Dalam surat An-Nissa ayat 3, disebutkan bahwa poligami dapat dilakukan hanya dengan 4 wanita saja, bahkan, jika memang tidak dapat berlaku adil (mengenai hak-hak mereka) maka dianjurkan hanya menikah dengan 1 orang wanita saja.
# Tidak Mempunyai Syahwat
Pada Mazhab Syafi’i dan Maliki, ada keadaan yang membuat pernikahan menjadi Makruh hukumnya. Keadaan yang dimaksud adalah ketika seorang laki-laki tidak mempunyai syahwat (tidak bersyahwat) dan tidak mampu menjamin nafkah (tidak mampu secara finansial). Adapun juga ketika seseorang yang mampu secara finansial, tetapi mempunyai penyakit yang membuatnya tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang suami, maka pernikahan juga menjadi Makruh.
# Poliandri
Walaupun Islam memperbolehkan poligami, tetapi poliandri dilarang dilakukan. Poliandri adalah ketika seorang wanita menikah dengan pria lain ketika masih berstatus menikah. Perkara mengenai poliandri disebut dengan jelas dalam AlQuran, QS. An-Nisa 4:24, yaitu mengenai pelarangan menikah dengan para wanita yang telah bersuami. Poliandri termasuk pernikahan dalam ajaran Islam yang haram dilakukan karena khawatir akan ada masalah dalam menentukan ayah dari anak-anak yang dilahirkan.
# Menikahi Wanita yang Telah Dipinang oleh Orang Lain
Bertunangan adalah hal yang diperbolehkan dalam Islam, karena bertunangan adalah sebuah bentuk lamaran, atau berjanji untuk menikah dengan orang tersebut. Bertunangan/ Khitbah disebutkan dalam surah Al-Baqarah 2:235, yang menyebutkan mengenai pelarangan perjanjian menikah bersama seseorang yang sedang termasuk didalam masa iddah, jika wanita tersebut single dan tidak dalam masa iddah maka diperbolehkan.
Menikahi wanita yang telah bertunangan (dilamar) oleh orang lain, adalah bukan termasuk pernikahan yang diperbolehkan. Hal tersebut termasuk dilarang oleh sang Nabi Muhammad SAW sendiri. Disebutkan pada HR. Bukhari no.4848, 4849 dan Muslim no. 1408, yang intinya bahwa tidak boleh meminang/ melamar seorang wanita yang telah dilamar oleh pria lainnya, kecuali pria tersebut telah memperbolehkan atau bahkan meninggalkan wanita tersebut.
Selain ibadah, menikah adalah sesuatu yang membahagiakan, bagi seorang pria ataupun wanita. Pernikahan bukanlah sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan, jika telah memenuhi syarat-syarat sebuah pernikahan. Larangan-larangan pernikahan dalam daftar diatas dibuat oleh Allah SWT dengan tujuan yang baik, agar sang suami dan istri bisa menjalankan pernikahan yang baik, juga mendapatkan hak dan memberikan kewajiban dengan baik dan adil.
Bisakah Seorang Beriman Kepada Tuhan Percaya Pada Keberuntungan? Ini adalah pandangan menurut saya selaku ketua Lembaga Dakwah Mencari dan Membetuk Jati Diri.
Mungkin realisasi paling serius yang saya alami di paruh kedua hidup saya adalah peran keberuntungan dalam hidup. Saya selalu ingin percaya sebaliknya. Dan saya curiga kebanyakan orang ingin percaya sebaliknya. Karena alasan itu, banyak, orang beragama percaya bahwa Tuhan menghendaki apa pun yang terjadi pada kita:
“Itu kehendak Tuhan,” “Tuhan mengambil anak perempuan kita karena alasan-alasannya” dan seterusnya. Bahkan banyak orang yang tidak religius secara aktif menganggap apa pun yang terjadi pada Tuhan (“Bakat musik saya adalah hadiah dari Tuhan,” “Tuhan membuat saya gay,” “Tuhan mengutus saya istri / suami” dan sebagainya).
Sementara itu, dalam agama Timur, keberuntungan tampaknya tidak berperan. Apa pun yang terjadi pada kita adalah hasil dari karma dan apa yang kita dapatkan dalam kehidupan ini adalah hasil dari perilaku kita di kehidupan lampau.
Kita manusia enggan menganggap begitu banyak dari apa yang terjadi pada keberuntungan, baik atau buruk, karena hal itu menyinggung perasaan keadilan dan ketertiban kita dan karena itu tampaknya merongrong peran Tuhan.
Jika saya ditabrak oleh seorang pengemudi mabuk semata-mata karena keberuntungan saya yang buruk untuk mengemudi di tempat tertentu dan pada waktu tertentu, bukan karena Tuhan punya andil di dalamnya – peran apa, jika ada, yang dimainkan Tuhan dalam kehidupan kita?
Saya akan menjawab pertanyaan Tuhan. Tapi pertama-tama, mari kita cari tahu alternatif apa yang ada untuk keberuntungan sebagai penjelasan.
Tentu saja, kita semua yang memiliki kepercayaan tradisional percaya bahwa Tuhan mengatur alam semesta, dan bahwa Dia menciptakan hukum alam. Jika Tuhan tidak menghendaki elektron berputar di sekitar inti atom, maka tidak akan ada alam semesta seperti yang kita kenal. Tapi itu tidak sama dengan mengatakan bahwa Tuhan menghendaki setiap orang dibunuh oleh pengemudi mabuk di San Diego Freeway.
Selain masalah-masalah ilmiah yang dihasilkan dari keterkaitan dengan Allah semua yang terjadi, ada juga masalah moral dan teologis.
Misalnya ketika Anda bermain judi slot online di sebuah situs slot pragmatic seperti https://thesourcedenver.com/ dan kemudian Anda menang, itu namanya keberuntungan tengah memihak pada Anda. Saya juga tidak pernah menampik mengenai hal ini, karena menurut Anda pasti Tuhan ingin memberikan kita sedikit kebahagiaan melalui keberuntungan bermain judi online, bukan? Tetapi, keberuntungan yang disalahgunakan seperti menjadikan hasil kemenangan tersebut untuk menjahati orang lain, maka lawan dari keberuntungan adalah kesialan pasti akan datang kepada mereka yang seperti itu. Karena saya juga sering bermain di thesourcedenver dan hasil kemenangan judi slot online tersebut biasanya saya sumbangkan kembali, atau saya belikan sesuatu yang berguna.
Jadi, dibimbing oleh akal, saya telah menyimpulkan apa yang harus disimpulkan secara rasional: Ada banyak keberuntungan, baik dan buruk, dalam hidup.
Dua konsekuensi utama dari kepercayaan ini adalah kerendahan hati dan rasa terima kasih. Jika hidup kita berjalan dengan baik, kita harus sangat, sangat rendah hati, belum lagi sangat bersyukur. Bahkan “pria buatan sendiri” sangat beruntung. Jadi, orang juga dapat mengambil pujian untuk pernikahan yang bahagia tetapi tidak banyak – pernikahan yang bahagia sangat merupakan hasil dari keberuntungan, keberuntungan untuk bertemu dan menikah dengan orang yang tepat, dan keberuntungan bahwa setiap pasangan telah tumbuh ke arah yang kompatibel.
Sedangkan untuk anak-anak, orang tua dapat mengambil beberapa pujian dan menyalahkan. Tetapi anak-anak juga seringkali merupakan produk dari nasib baik dan nasib buruk. Banyak anak yang bermasalah datang dari rumah yang baik, dan banyak anak yang baik datang dari rumah yang bermasalah karena gen, teman sebaya, lingkungan, dan kebebasan akan memainkan peran besar dalam bagaimana anak-anak berubah. Dan jika kita memiliki kesehatan yang baik, itu sangat merupakan hasil dari gen yang baik dan / obat yang baik, yang tidak satupun dari kita memiliki peran dalam menciptakan.
Jadi, jika keberuntungan begitu kuat, di manakah Tuhan?
Tuhan mengijinkan keberuntungan. Tuhan (biasanya) memungkinkan dunia untuk maju tanpa campur tangan-Nya. Apa pilihan lain yang ada, bahwa Tuhan menghentikan mobil setiap pengemudi yang mabuk dari mulai? Bahwa Dia campur tangan dengan alam setiap kali sel mulai bermetastasis?
Adalah tugas kita, bukan tugas Tuhan, untuk memerangi kejahatan dan menaklukkan alam. Jadi pasifisme itu tidak bermoral, memungkinkan kejahatan untuk menang. Dan begitu banyak gerakan pecinta lingkungan. Ia telah menjadi begitu memuja alam sehingga sering mengabaikan kebutuhan untuk menaklukkannya atas nama manusia. Untuk mengutip tetapi satu contoh, pencinta lingkungan Barat secara langsung bertanggung jawab atas kematian jutaan orang Afrika karena DDT mereka dilarang secara universal.
Melalui Taurat dan Para Nabi, Tuhan telah memberi tahu kita semua yang perlu kita ketahui tentang menaklukkan kejahatan. Oleh karena itu, perhatian utama kita sehubungan dengan Tuhan seharusnya bukan tentang apa yang kita ingin Dia lakukan, tetapi tentang apa yang Dia ingin kita lakukan.
Setiap orang mengatasi masalah ini dengan caranya sendiri. Bagi saya, tidak ingin meninggalkan alasan atau iman, saya percaya pada Tuhan dan keberuntungan. Dan itu, pada akhirnya, Tuhan menang.
Anda mungkin sering menemukan percakapan yang berkaitan dengan hal-hal seperti “kesedihan adalah perbuatan setan” atau bahwa “seorang beriman tidak pernah bersedih” atau bahkan “kesedihan adalah indikasi dari iman yang lemah atau tidak lengkap”. Tidak ada, dan maksud saya tidak ada, bisa lebih jauh dari kebenaran. Pernyataan seperti ini hanya meningkatkan proses tenggelam bagi individu yang menderita depresi, kecemasan atau keputusasaan.
Sangat penting bagi orang untuk mengetahui perbedaan antara kesedihan dan depresi; kesedihan adalah emosi manusia yang khas dan depresi adalah kondisi yang jauh lebih merusak dan lebih lama dari keputusasaan, keputusasaan, dan kekecewaan.
Kesedihan adalah bagian dari apa yang membuat kita menjadi manusia. Tidak ada jiwa yang hidup yang tidak terbiasa dengannya; bahkan para nabi kita menghadapi banyak episode kesedihan. Sebagai contoh, Yaqub (AS) menangis sampai dia kehilangan penglihatannya dan bahkan Nabi kita yang tercinta Muhammad mengalami kesedihan atas kehilangan istri dan pamannya. Karenanya, kesedihan bukanlah tanda kelemahan dalam bentuk apa pun. Untuk mengalami kesedihan berarti menjadi manusia. Memiliki iman yang kuat, atau imaan, tidak membuat orang percaya menjadi pengecualian terhadap emosi kesedihan.
Namun, Imaan melengkapi kita dengan alat untuk memerangi depresi dan keputusasaan. Tidak ada yang salah dengan menerima dan mengakui kesedihan Anda. Kekuatan seorang beriman bukanlah bahwa ia tetap kuat dengan berdiam dalam penolakan atau tenggelam dalam mati rasa, itu adalah bahwa ia tidak pernah kehilangan harapan terlepas dari semua rasa sakit dan kesedihan. Intinya adalah apa itu iman yang sejati.
Jika Anda merasa diri Anda dirantai oleh cobaan Anda, atau Anda merasa terjebak dalam pikiran depresi dan keputusasaan tanpa akhir, berikut adalah beberapa kebenaran yang dapat membantu Anda melewati hari-hari tergelap Anda dan menyalakan kembali cahaya itu di ujung terowongan itu, insyaAllah .
# Tidak ada jiwa yang terbebani lebih dari yang bisa ditanggungnya
Jangan pernah lupa bahwa Allah (SWT) tidak akan pernah membebani Anda dengan sesuatu yang berada di luar kemampuan Anda untuk berurusan. Bahkan pada hari-hari ketika Anda merasa seolah-olah tidak tahan lagi, ketahuilah bahwa Anda dapat selamat darinya – karena Allah (SWT) mengenal kami lebih baik daripada kami mengenal diri kami sendiri dan cobaan apa pun yang Anda hadapi dalam hidup Anda, ketahuilah bahwa Dia juga memberi Anda kekuatan untuk menangani persidangan itu.
# Dengan kesulitan datang kemudahan
Allah (SWT) berjanji kepada orang percaya-Nya bahwa “Karena sesungguhnya, dengan kesukaran [akan] mudah”. Percayalah pada firman-Nya. Sekalipun penderitaan itu terasa tak berujung dan Anda merasa lelah karena beban itu semua, jangan kehilangan harapan – karena ada kemudahan dan sesuatu yang lebih baik menunggu Anda di tikungan. Tidak ada yang tersisa selamanya, bahkan kesulitan. Dan orang-orang beriman yang berpegang pada harapan dan iman kepada Allah (SWT) dan mengadopsi kesabaran di tengah masa-masa sulit mereka kemudian dihargai dengan cara yang bahkan manusia tidak bisa bayangkan. Jadi ingat, ini juga akan berlalu.
#Allah (SWT) dalam kontrol, Anda tidak
Depresi pada dasarnya ditentukan oleh perasaan putus asa – dalam diri Anda dan di dunia di sekitar Anda. Itu berakar pada rasa ketidak berdayaan belaka di mana Anda merasa seperti tidak ada dalam kendali Anda. Tetapi itu adalah kebenaran; Tidak ada yang ada dalam kendali Anda. Itu dalam kendali Allah (SWT). Luangkan waktu sejenak, merangkul kurangnya kontrol Anda terhadap keadaan Anda, dan tahu bahwa yang memegang kendali adalah yang terbaik dari perencana dan mencintai Anda lebih dari yang dapat Anda bayangkan. Menyerahkan upaya Anda untuk mengendalikan hidup Anda, serahkan kepada Allah (SWT), dan percaya rencana-Nya untuk Anda. Kadang-kadang, pikiran manusia tidak dapat memahami kebijaksanaan tertinggi Allah (SWT) di balik setiap hal yang terjadi pada kita. Namun, dengan menerima bahwa Allah (SWT) memegang kendali dan menyambut rencana-Nya bagi kita pada akhirnya mengarah pada pengayaan pikiran, tubuh, dan jiwa kita. Saat Anda merasa putus asa, mungkin Anda bisa mengunjungi Masjid terindah untuk menenangkan hati dan berdoa kepada Allah untuk mendapatkan jawabannya.
# Lakukan yang terbaik dan serahkan sisanya kepada Allah (SWT)
Ingatkan diri Anda bahwa tanggung jawab manusia dibatasi dalam batas-batas tertentu. Semua Allah (SWT) meminta kita adalah bahwa kita memenuhi tugas kita dan melakukan yang terbaik yang kita bisa dalam keadaan kita dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (SWT). Kita hanya bisa mengendalikan tindakan dan tugas kita, bukan hasilnya. Bahkan para nabi Allah (SWT) tidak memiliki kendali atas hasil mereka. Seorang mukmin dihargai berdasarkan usaha, bukan hasilnya. Jangan berkutat pada apa yang di luar kendali Anda dan raih kemuliaan Allah (SWT). Jangan membuat diri Anda cemas atas hasil yang tidak diketahui. Mainkan peran Anda sebaik mungkin dan serahkan sisanya kepada-Nya.
# Bersyukur atas berkah yang telah Allah SWT berikan kepadamu
Selama masa-masa sulit, kita cenderung melupakan berkat yang kita miliki di sekitar kita dan sebaliknya, kita lebih fokus pada hal-hal yang salah bagi kita. Itu adalah sifat manusia. Kita cenderung tersesat dalam sumber kesedihan dan rasa sakit yang mendalam dan lupa memperhatikan sumber berkah kita. Setiap kali Anda merasa terjebak dalam fase gelap keputusasaan dan depresi – ingatkan diri Anda bahwa Anda harus banyak bersyukur pada saat yang sama – apakah itu keluarga yang penuh kasih, teman yang mendukung, makanan di perut Anda setiap malam sebelum tidur , atap di atas kepala Anda dan banyak hal lainnya. Ingatkan diri Anda bahwa Anda lebih baik daripada banyak orang lain yang tidak berbagi kekayaan kami di domain ini. Buatlah jurnal “hitung berkatmu” jika Anda mau, di mana Anda dapat menuliskan beberapa hal yang Anda syukuri setiap hari. Benar-benar membantu dalam melihat sisi baiknya!
Membentang dari Afrika utara ke Asia timur, banyak Muslim terlibat dalam pergumulan hidup dan mati dengan para ekstremis yang bertekad memadamkan keragaman pendapat dalam komunitas Muslim. Kekejaman yang dilakukan oleh apa yang disebut kelompok Islamis menjadi berita utama: Boko Haram dan pasar perbudakan, genosida minoritas dan rekaman video eksekusi orang Barat oleh militan Negara Islam (IS).
Selain kekejaman-kekejaman ini, pelanggaran HAM yang lebih
biasa dilakukan oleh rezim teokratis di Arab Saudi dan Iran. Tapi bagaimana
dengan komunitas Islam lainnya? Mengapa suara mereka tetap tidak terdengar?
Ada Islam, bukan Islam
Generalisasi dan minimisasi Muslim yang tidak benar
ditawarkan dalam penjelasan tentang setiap kekejaman teroris baru. Namun,
kenyataannya berbeda dari persepsi ini: ada lebih dari satu agama Islam.
Islam adalah istilah umum, yang mencakup banyak perbedaan
dalam agama. Sementara orang-orang Muslim memiliki kepercayaan yang sama
tentang Allah, nabi Muhammad, dan Alquran, keberagaman luas ada dalam hal
perincian dan interpretasi doktrin agama. Sarjana Muslim Tunisia Abdul Majid
al-Sharafi menggambarkan fenomena ini sebagai “kota Islam”.
Keragaman pendapat bukanlah fitur terbaru dari Islam; bukti
nuansa opini yang luas dapat ditelusuri kembali ke asalnya. Tetapi hari ini
gerakan Salafi global, yang didanai sangat besar oleh rezim Saudi dan
sumber-sumber lainnya, memiliki masjid, institut, universitas, dan sekolah yang
hebat. Organisasi yang kuat dan outlet media yang kuat memungkinkan mereka
untuk secara publik menduduki sebagian besar dunia Muslim dan sebagian
komunitas Muslim di barat.
Alquran dan terorisme
Alquran biasanya dikutip sebagai sumber utama terorisme dan
ekstremisme di kalangan umat Islam. Ketidaktepatan ini didasarkan pada
ayat-ayat yang dipilih memetik ceri; kata-kata yang menguntungkan ditekankan
sementara ayat-ayat yang kontradiktif diabaikan.
Kenyataannya adalah bahwa Alquran – seperti Alkitab dan
banyak kitab suci lainnya – menggunakan bahasa agama yang terbuka untuk banyak
penafsiran. Banyak ayat yang dapat dilihat sebagai motivasi kekerasan juga
dapat ditemukan dalam Alkitab.
Muslim, seperti Yahudi dan Kristen, memiliki beragam
interpretasi atas teks-teks ini. Kata “jihad”, misalnya, dipahami
oleh Muslim Sufist sebagai istilah esoteris untuk memerangi naluri jahat di
dalam jiwa manusia untuk mendapatkan kebajikan etis.
Para sarjana Muslim juga tidak setuju dengan otoritas teks
suci. Salafi mengklaim bahwa makna nyata dari Quran harus diikuti. Aliran
pemikiran lain percaya bahwa pandangan yang sangat sederhana ini bertabrakan
dengan jarak historis yang panjang antara wahyu Al-Quran dan hari ini, yang
membuat penafsiran Al-Quran sulit dan membutuhkan keahlian yang hebat.
Banyak cendekiawan Muslim, seperti Nasr Hamid Abu Zaid,
Muhammad Arkoun, Abdol Karim Soroush dan Mujtahid Shabistari, percaya bahwa
Quran bukanlah kata-kata Allah secara langsung, melainkan ekspresi Muhammad
dari pengalaman spiritualnya. Bagi umat Islam, pendapat ini membuka pintu bagi
kritik terhadap teks suci dan memungkinkan mereka untuk tidak mematuhi
bagian-bagian Al-Qur’an yang dianggap historis dan tidak termasuk dalam inti
Islam.
Situasi yang sama ada dalam berurusan dengan sejarah dan
tradisi Islam. Sebagai contoh, banyak Muslim tidak menganggap penaklukan Islam
yang terjadi setelah Muhammad sebagai tindakan keagamaan dan mengkritik mereka
dengan kuat.
Apakah hukum syariah berbahaya?
Ketika orang mendengar istilah hukum syariah, yang muncul di
pikiran adalah gambar pemenggalan, rajam, hukuman cambuk dan amputasi atas nama
Islam. Sementara ini memang membentuk bagian kecil dari syariah, sekali lagi
ada keragaman interpretasi hukum syariah di kalangan umat Islam.
Hukum Syariah mencakup gaya hidup religius umat Islam baik
dalam bidang pribadi maupun sosial. Bagian penting dari itu adalah tindakan
ibadah, hukum status pribadi dan peraturan lainnya, termasuk pembatasan diet
terkait makanan dan minuman.
Unsur paling kontroversial Syariah adalah hukum hukuman
Islam, yang tidak semua Muslim setujui. Beberapa sekte Muslim seperti
Ismailisme percaya bahwa hukum syariah tidak lagi berlaku. Bagi mereka, syariah
hanyalah prinsip etis Islam, yang sebagian besar sama dengan agama lain.
Banyak cendekiawan lain, tidak hanya hari ini tetapi bahkan
di abad-abad pertama Islam, percaya bahwa bagian luas syariah bukan bagian
penting dari Islam dan dapat diabaikan – seperti yang terjadi pada Torah
Yahudi, yang tidak berbeda dengan padanan Islamnya. Pendapat Syiah tradisional
adalah bahwa para imam mereka telah melarang bagian-bagian politik dan yuridis
dari syariah, dan tidak ada yang memiliki wewenang untuk menghidupkan kembali
undang-undang ini hari ini.
Apa yang disepakati adalah bahwa mayoritas besar populasi
Muslim tidak ada hubungannya dengan terorisme. Namun, mereka berada di bawah
tekanan dari kelompok-kelompok ekstremis kecil dan kuat dan rezim agama. Oleh
karena itu, mayoritas Muslim yang pendiam tidak boleh disalahkan untuk
orang-orang ini; mereka malah menjadi korban dari Islam radikal sendiri.
Islam tidak boleh dianggap dari perspektif fundamentalisme
karena, pada akhirnya, ini akan memperkuat posisi para ekstrimis. Sebaliknya, itu
harus dipahami dengan membuka dialog, mendukung dan bekerja sama dengan
orang-orang moderat yang menawarkan pemahaman yang berbeda tentang Islam.
Bagaimana kita menjelaskan kekuatan dan peristiwa yang membuka jalan bagi kemunculan Negara Islam? Bersama dengan para anggota, kami sering membicarakan bagaimana asal-usul kelompok jihadis dan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan melihat berbagai sisi, entah itu dari interaksi kekuatan sejarah maupun sosial mengarah pada kemunculannya.
Hari ini, sejarawan pemikiran Islam Harith Bin Ramli menjelaskan bagaimana Negara Islam cocok – atau tidak – dalam tradisi teologis Muslim, dan secara tidak sengaja menjawab pertanyaan yang sering ditujukan pada para penganut agama yang tinggal di Barat.
Bagi umat Islam di seluruh dunia, menjadi pengalaman yang memilukan hampir setiap hari untuk melihat Islam terkait dengan semua nuansa kekejaman dan tidak berperikemanusiaan dari apa yang disebut sebagai Negara Islam (IS). Sangat menggoda untuk mengabaikan kelompok itu karena berada di luar batas Islam. Tetapi cara berpikir ini mengarah pada rute yang sama yang telah diambil IS.
Biarkan saya jelaskan.
Sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632, belum ada
otoritas pusat tunggal yang disetujui oleh semua umat Islam dengan suara bulat.
Generasi pertama Muslim tidak hanya tidak setuju, mereka berjuang untuk suksesi
menjadi pemimpin komunitas.
Hasil dari pembagian ini adalah pembentukan tradisi teologis
Sunni dan Syi yang kita lihat sampai hari ini. Tetapi darah yang tumpah karena
masalah ini juga menghasilkan perasaan khawatir tentang konsekuensi perbedaan
politik dan teologis.
Sebuah konsensus dengan cepat muncul mengenai perlunya
menghormati perbedaan pendapat. Dan itu dianggap penting untuk
“melepaskan” diri dari siapa pun yang memiliki pandangan berbeda
tentang masalah-masalah utama ini. Tetapi selama orang tersebut menegaskan
prinsip-prinsip dasar Islam, seperti kesatuan Tuhan dan ramalan Muhammad, dia
masih dianggap sebagai seorang Muslim.
Pencela yang sama
Pandangan teologis yang berbeda tentang hal ini dipegang
oleh kelompok yang dikenal sebagai orang Kharij. Ini mengadopsi pandangan bahwa
para pemimpin Muslim yang berbeda pendapat atau korup, dengan tindakan mereka,
telah menjadi “murtad” dari Islam sama sekali.
Sub-faksi dari kelompok ini semakin memperluas definisi
kemurtadan mereka untuk memasukkan setiap Muslim yang tidak setuju dengan
mereka. Mereka menyatakan orang-orang kafir Muslim ini yang bisa dibunuh atau
diperbudak.
Kebrutalan para Kharijah ekstrim ini tidak pernah menarik
lebih dari minoritas Muslim, dan Kharijite lainnya mengadopsi posisi yang lebih
damai lebih sejalan dengan konsensus yang muncul.
Kengerian yang meluas pada perpecahan awal komunitas Muslim
dan teror yang dilepaskan oleh ekstremisme Khariji memastikan bahwa Islam pada
umumnya menganut pendekatan pluralistik terhadap perbedaan pendapat. Ini muncul
seiring dengan budaya keilmuan, berdasarkan pada gagasan bahwa upaya untuk
mencari makna tulisan suci yang “benar” adalah upaya manusia yang terus-menerus
dan tak dapat keliru.
Di luar sejumlah masalah di mana ada konsensus yang tidak
perlu dipertanyakan, interpretasi yang berbeda dapat ditoleransi.
Apa yang membuat SI berbeda dengan Islam tradisional tidak
selalu berupa teks agama yang digunakan kelompok itu. Untuk membenarkan praktik
perbudakan atau perang mereka terhadap non-Muslim, mereka menyerukan
bagian-bagian dari Alquran atau tradisi kenabian, atau karya hukum yang cukup
umum dan mewakili tradisi Islam abad pertengahan.
Tetapi teks-teks ini – tulisan suci atau yang lain – selalu
dibaca melalui mediasi upaya penafsiran masa lalu dan berkelanjutan oleh
komunitas cendekiawan. Seperti yang ditunjukkan oleh sarjana teologi, Sohaira
Siddiqui dari Universitas Georgetown, kelompok-kelompok seperti IS menyimpang
dari Islam arus utama dengan penolakan mereka terhadap budaya penafsiran ilmiah
dan pluralisme agama ini, yaitu cara-cara penafsiran teks.
Pendekatan ini berakar pada inspirasi teologis utama
kelompok itu, gerakan Wahhabi. Didirikan atas interpretasi radikal dari teolog
abad ke-14 Ibn Taymiyya, ia memecat setiap Muslim yang tidak menganut
interpretasi ketat monoteisme sebagai “murtad”.
Hal ini juga dapat ditelusuri kembali ke teori politik
radikal abad ke-20, seperti Sayyid Qutb, yang menolak negara modern dan
ideologi yang hadir, termasuk nasionalisme dan demokrasi, sebagai
“penyembah berhala” dan tidak didasarkan pada aturan Tuhan.
Dengan mendeklarasikan kebangkitan kekhalifahan, IS
mengklaim telah menciptakan alternatif bagi tatanan politik yang ada.
Cepat tergesa-gesa
Mengadopsi pendekatan sederhana “dengan kita atau
melawan kita” memungkinkan IS membenarkan mencela penguasa Muslim sebagai
“tiran” dan tokoh agama yang mendukung mereka sebagai
“cendekiawan istana”. Secara umum, Muslim yang tidak
“bertobat” dan mendukung keyakinan mereka berisiko dikecam sebagai
“murtad” yang dapat dibunuh.
Secara efektif, kelompok ini telah menghidupkan kembali
kecenderungan Kharijite kuno dalam bentuk ideologi politik modern yang
mematikan.
IS benar tentang satu hal: solusi untuk masalah-masalah luas
dunia Muslim tidak bisa terletak pada penegasan kembali politik status quo dan
pekerjaan munafik agama untuk menopang rezim yang korup dan menindas.
Tetapi pemecatannya terhadap budaya pluralisme ilmiah dan
toleransi beragama tampaknya seperti cara mudah untuk memilih interpretasi dari
kitab suci dan tradisi keagamaan yang sesuai dengan tujuan politiknya, bukan
sebaliknya.
Otoritas keagamaan Muslim terkemuka, seperti Grand Syekh
al-Azhar, telah menahan diri dari mencela IS sebagai “murtad”,
meskipun mereka telah menyerukan penggunaan kekuatan militer penuh terhadap
mereka. Keragu-raguan mereka mungkin disebabkan oleh kesadaran bahwa langkah
seperti itu hanya akan menyeret komunitas Muslim ke tingkat yang mereka
inginkan.
Alih-alih memberi label IS tidak Islami, komunitas Muslim
global akan lebih baik untuk menegaskan kembali komitmennya terhadap budaya
pluralisme. Pendekatan ini juga dapat membuka percakapan penting yang harus
terjadi tentang hubungan antara negara dan agama dalam masyarakat Muslim
kontemporer.
Banyak Muslim mungkin berbagi pandangan IS bahwa sudah ada
banyak tanda bahwa akhir zaman semakin dekat. Tetapi kelompok ini berangkat
dari teologi apokaliptik Muslim arus utama dalam dua hal.
Pertama, literaturnya sepertinya tidak menyebutkan Mahdi
yang ditunggu-tunggu dan kembalinya Yesus putra Maryam, yang dinubuatkan untuk
mengalahkan Pura Besar (Dajjal, atau anti-Kristus). Dan kedua, berbeda dengan
umat Muslim pada umumnya yang hanya mengakui kemampuan terbatas untuk sepenuhnya
memahami makna nubuat-nubuat ini, IS menganggap dirinya sebagai peran sentral
dalam penyingkapan peristiwa semacam itu.
Dengan kata lain, alih-alih menunggu Tuhan mewujudkan akhir
zaman, IS berharap untuk mendorongnya melalui tindakannya sendiri. Dalam hal
ini, ia memiliki kesamaan dengan bentuk ekstrim dari Zionisme Kristen dan
Yahudi.
Jika seseorang memberi para pengikut IS manfaat
keragu-raguan, dengan mengecualikan mereka yang memiliki motif kriminal,
tampaknya ideologi mereka didorong oleh hasrat tergesa-gesa untuk
mengimplementasikan kehendak Tuhan. Dan pemecatan bahkan lebih cepat dari
pendekatan yang lebih hati-hati dan rendah hati dari Muslim lainnya.
Seperti yang dinyatakan Al-Qur’an:
“Manusia pada dasarnya diciptakan dengan tergesa-gesa” (21:37),
dan “seluruh umat manusia bingung, kecuali bagi mereka yang percaya dan
menasihati satu sama lain tentang Kebenaran, dan tentang kesabaran”. (103: 2-3)
Menurut pernyataan saksi Islam atau syahadat, “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Orang-orang Muslim percaya bahwa dia menciptakan dunia dalam enam hari dan mengirim nabi-nabi seperti Nuh, Abraham, Musa, Daud, Yesus dan terakhir Muhammad, yang memanggil orang-orang untuk menyembah hanya dia, menolak penyembahan berhala dan politeisme.
Kata Islam, yang berarti tunduk, pada awalnya bukanlah nama
agama yang didirikan oleh Muhammad. Ini merujuk, lebih tepatnya, ke agama asli
seluruh umat manusia – dan bahkan alam semesta itu sendiri, seperti kita,
diciptakan untuk melayani Allah.
Para nabi sebelumnya dan pengikut mereka semuanya adalah
Muslim (tunduk kepada Allah), meskipun Muslim cenderung untuk mengacaukan makna
umum dan spesifik dari kata Islam dan Muslim.
Beberapa nabi menerima tulisan suci dari Allah, terutama
Taurat Musa, Mazmur Daud dan Injil Yesus. Pesan dan buku mereka, bagaimanapun,
menjadi rusak atau hilang.
Ajaibnya, Alquran (“pembacaan”) yang diungkapkan
kepada Muhammad – kata Allah – tidak akan menderita nasib ini, jadi tidak perlu
nabi atau wahyu lebih lanjut.
Nama dan karakter Allah
Al-Qur’an menyebut Allah sebagai Tuhan semesta alam. Tidak
seperti Yahweh yang alkitabiah (kadang-kadang salah dibaca sebagai Yehuwa), ia
tidak memiliki nama pribadi dan 99 nama tradisionalnya benar-benar julukan.
Ini termasuk Sang Pencipta, Raja, Yang Mahakuasa dan Yang
Maha Melihat. Dua gelar penting Allah muncul dalam sebuah frasa yang biasanya
mengedepankan teks: Bismillah, al-Rahman, al-Rahim (Atas nama Allah, Pengasih,
Penyayang).
Allah juga Tuan dari Hari Pembalasan, ketika orang baik,
terutama orang beriman, akan dikirim ke pahala surgawi mereka dan orang fasik,
terutama orang yang tidak beriman, akan dikirim ke api neraka. Orang-orang
Muslim mengklaim menolak deskripsi antropomorfik tentang Allah, namun Al-Qur’an
menggambarkannya sebagai berbicara, duduk di atas takhta dan memiliki wajah,
mata dan tangan.
Tidak ada yang bisa terjadi kecuali itu disebabkan atau
setidaknya diizinkan oleh Allah, jadi ketika membuat rencana apa pun, umat Islam
biasanya mengatakan dalam sha ‘allah (Insya Allah).
Jika masalah berjalan dengan baik, seseorang berkata ma sha
‘allah (Apapun yang Allah kehendaki), tetapi dalam hal apa pun orang dapat
mengatakan al-hamdu li-llah (Syukur kepada Allah). Dalam doa-doa mereka dan
pada kesempatan lain (termasuk pertempuran dan protes jalanan), umat Islam
menyatakan bahwa Allah lebih besar daripada yang lain (Allahu akbar).
Allah dan dewa Alkitab
Allah biasanya dianggap berarti “dewa” (al-ilah)
dalam bahasa Arab dan mungkin serumpun dengan daripada berasal dari bahasa Aram
Alaha. Semua Muslim dan kebanyakan orang Kristen mengakui bahwa mereka percaya
pada tuhan yang sama meskipun pemahaman mereka berbeda.
Orang-orang Kristen yang berbahasa Arab menyebut Allah
Allah, dan Alkitab Gideon, mengutip Yohanes 3:16 dalam berbagai bahasa,
menegaskan bahwa Allah mengirim putranya ke dunia.
Berbicara kepada orang Kristen dan Yahudi, Al-Qur’an
menyatakan, “Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu” (29:46). Nama-nama
Allah dan al-Rahman jelas digunakan oleh orang-orang Yahudi dan Kristen pra-Islam
untuk Tuhan, dan Al-Qur’an (5: 17-18) bahkan mengkritik orang Kristen karena
mengidentifikasi Allah dengan Kristus dan baik Yahudi maupun Kristen karena
menyebut diri mereka anak-anak dari Allah.
Allah bukanlah tritunggal dari tiga orang dan tidak memiliki
anak yang berinkarnasi sebagai manusia. Karena itu beberapa orang Kristen
menyangkal bahwa Allah adalah allah yang mereka akui. Namun, mereka tampaknya
yakin bahwa orang-orang Yahudi menyembah tuhan yang sama meskipun mereka
menolak trinitas dan inkarnasi.
Mengklaim bahwa allah Al-Qur’an dan allah Alkitab adalah
makhluk yang berbeda, agaknya seperti berpendapat bahwa Yesus Perjanjian Baru
dan Yesus Al-Qur’an (yang tidak ilahi dan tidak disalibkan) adalah
individu-individu bersejarah yang berbeda. Beberapa akan menjawab bahwa
sementara ada interpretasi yang bersaing dari satu Yesus, Tuhan dan Allah
memiliki asal yang berbeda.
Polytheistic berasal
Memang, sebagian besar Allah diakui oleh musyrik sebelum
wahyu Al-Qur’an. Ayah Muhammad sendiri, yang meninggal sebelum Nabi dilahirkan,
dipanggil Abdullah (Hamba Tuhan).
Tetapi argumen bahwa Allah tidak bisa menjadi Tuhan karena
ia awalnya bagian dari sistem agama politeis mengabaikan asal-usul monoteisme
Yahudi (dan turunannya Kristen dan Islam).
Para penulis Alkitab mengidentifikasi dewa tinggi Kanaan El
dengan dewa mereka sendiri meskipun ia awalnya memimpin jajaran besar. Bentuk
jamak elohim terkait erat lebih sering digunakan dalam Alkitab, tetapi keduanya
berasal dari akar Semit yang sama dengan Allah.
El dan elohim, theos Perjanjian Baru (karena itu teologi),
deus Latin (maka deisme), dan dewa Jermanik pra-Kristen semua dapat merujuk
keduanya kepada dewa Yahudi-Kristen dan makhluk gaib lainnya.
Jadi pemahaman Yahudi, Kristen, dan Islam tentang keilahian
berasal dari konteks politeistis. Namun, seperti halnya Yahudi tradisional dan
Kristen, umat Islam percaya bahwa agama manusia pertama, Adam dan Hawa,
bersifat monoteistis. Karena dirusak menjadi politeisme, Allah mengutus para
nabi yang semuanya mengajarkan bahwa hanya ada satu tuhan.
Islam mengambil alih dari Yudaisme gagasan bahwa Abraham
khususnya adalah orang yang (kembali) menemukan monoteisme dan menolak
penyembahan berhala. Karena itu, Muhammad berusaha memulihkan monoteisme
otentik Abraham, yang darinya orang Yahudi dan Kristen pun menyimpang.
Tuhan sebagai konstruksi manusia
Jika dia hidup sama sekali, yang diragukan, Abraham mungkin
berkembang awal milenium kedua SM. Akan tetapi, para sejarawan dan arkeolog
yang kritis berpendapat bahwa monoteisme Israel hanya berkembang sekitar masa
Pengasingan Babel – lebih dari seribu tahun kemudian.
Alasan mengapa ada konsepsi yang berbeda tentang Tuhan dan
dewa tentu bukan karena manusia telah menyimpang dari wahyu asli. Sebaliknya,
kepercayaan ini adalah konstruksi dan rekonstruksi manusia yang mencerminkan
rasionalisasi, harapan, ketakutan, dan aspirasi kita sendiri.
Yang terakhir termasuk upaya oleh kelompok orang tertentu
untuk mempertahankan identitas mereka atau bahkan menegaskan hegemoni mereka
atas orang lain dengan alasan bahwa mereka secara unik disukai oleh Tuhan
dengan wahyu otentik.
Tampaknya itulah sebabnya beberapa orang Kristen menyangkal
bahwa Allah hanyalah nama lain untuk Tuhan. Ini juga menjelaskan upaya Muslim
Malaysia untuk mencegah orang Kristen dari menyebut Allah sebagai Allah karena
takut bahwa melegitimasi pemahaman Kristen tentang Allah akan mengancam
dominasi Islam di negara mereka.
Lembaga kami yaitu Lembaga Dakwah Mencari dan Membentuk Jati Diri menghadiri dialog intern umat beragama di Pendapa Delta Wibawa, Selasa (20/Nov). Kami juga menghadiri pada kegiatan serupa yang di datangi oleh Ketua dan Pengurus Lembaga Dakwah Lembaga Mencari dan Membentuk Jati Diri Yang kami singkat dengan LDMJ dan ormas Islam lainnya. Hadir sebagai narasumber: KH Salim Agustino, Ketua (Koordinator Komisi Dakwah).
H. Saiful berharap, dialog tersebut dapat memberikan motivasi dan menambah khasanah berupa pengetahuan serta hubungan kemitraan yang sangat baik dan harmonis. Khususnya antara Pembak dengan seluruh pimpinan ormas Islam, ulama, tokoh agama.
Sebagai upaya untuk menjembatani persoalan bangsa dan keumatan, serta sebagai sarana yang efektif menjalin komunikasi mewujudkan ukhuwah Islamiyah. Selain itu dapat menghindari konflik intern umat beragama, sehingga kerukunan dapat tercapai.
Peran Ulama diharapkan dapat menjaga keharmonisan dan kerukunan intern umat beragama. Serta mampu mengemban tugas dan tanggung jawab yang begitu besar. Dengan dilandasi nilai profesional, amanah dan penuh keikhlasan.
Dalam acara tersebut, juga dilakukannya pendataan tokoh-tokoh agama dan tempat ibadah se-Kabupaten. Hal ini dilakukan untuk memelihara stabilitas secara umum sebagai syarat mutlak kehidupan spiritual yang berkesinambungan. “Keberadaan databse yang akurat, akuntabel dan transparan sangat dibutuhkan guna mendukung tugas pemerintah. Selain itu juga untuk menjalin kemitraan dan kerjasama di bidang sosial keagamaan,” terang Saiful Ilah.
Dirinya menginginkan kondisi yang sudah aman dan kondusif seperti saat ini, bisa dijaga dengan baik dengan fungsi para tokoh agama, dan ulama se-Kabupaten. Karena masyarakat Sidoarjo terkenal sangat religius. “Maka tak heran jika ulama kini sering menjadi rujukan dan panutan dalam menentukan kebijakan baik di bidang spiritual, sosial, maupun di bidang politik,” ucapnya di tengah memberikan sabutan pembuka.
Sementara itu, Ketua Kami Ir. Ronny menyambut baik kegiatan tersebut. “Acara dialog tersebut sangat bagus dan strategis untuk merajut dan memelihara ukhuwah Islamiyah, sehingga cita-cita menjaga keutuhan NKRI dapat terwujud,” ujarnya.
Ketika ditanya tentang Lembaga yang kami bangun di Jawa Timur, Bupatu Saiful mengakui bahwa LDMJ sangat kondusif. Termasuk juga ormas Islam lain yang ada di kota kami.
Pengakuan Bupati tersebut disambut positif oleh Ketua Kabupaten, Ronny. “Lembaga Dakwah Mencari dan Membentuk Jati Diri Sidoarjo telah andil berkontribusi mewujudkan kerukunan umat beragama. Secara berkala silaturrohim membangun komunikasi dengan pengurus ormas beragama. Selain itu kami juga mengirimkan utusan untuk hadir mengikuti kegiatan Majelis Ulama dan FKUB dengan kegiatan jambore pemuda antarormas,” katanya.
Menurutnya, tidak hanya itu. Pada tahun 2016, LDMJ ikut menandatangani deklarasi kerukunan antarumat beragama yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten bersepakat untuk terus menjaga suasana damai. Dalam penyampaiannya, Kasat Binmas Polresta Kompol Agus Suwandi membeberkan kegiatan yang merupakan upaya Polresta untuk menjaga kerukunan antarumat beragama. Antara lain: edukasi, penyuluhan, bimbingan masyarakat, hingga silaturahmi ke berbagai ormas.